Ora ngaya berarti menjalankan pencarian itu dengan ketenangan hati, menyandarkan pada waktu dan proses yang terjadi alamiah, dan berakhir pada pemahaman yen
Kalaupun tidak mendapatkannya, mungkin kita bisa tetap tersenyum dan bahkan malah menerimanya sebagai anugerah atas keberhasilan kita dalam upaya mencari. Legalila
Lain waktu, saya memaksakan diri dalam mencapai sesuatu untuk memenuhi keinginan diri pribadi. Alasannya bisa karena ketakutan atas gagalnya mencapai keinginan ( dan ketakutan itu pun bisa berawal dari berbagai alasan). Kadang juga pemaksaan itu didasari ketidakpuasan, kebencian yang mendendam, kekecewaan. Pada keadaan ini, yang muncul adalah pembenaran dengan “golek bener, golek wah, golek menange” yang ekstrimya masih ditambahi “dhewe’ menjadi “golek benere lan menange dhewe, lan golek wah- mencari pembenaran untuk sendiri, mencari kelemahan orang lain serta mencari muka ”.
Pasti dalam mencari itu, mata hati dan mata batin terhadap orang lain ditutup, bukan tertutup. Egonyalah yang bicara. Tanpa sadar, yang sebenarnya didapatkan dalam mencari itu adalah “menemukan”, yaitu menemukan luka batin terhadap diri pribadi dan diri orang lain. Tapi karena masih didasari ‘golek menange dhewe’. luka itu juga dianggap sebagai hambatan dari luar dan semakin memaksa saya untuk lebih mencari secara memaksa. Kalau pada akhirnya tidak tercapai, saya akan mencari pelampiasan dan kembali mencari ‘golek benere dhewe’yang juga disertai dengan pembenaran.
Ke mana sebenarnya saya harus mencari? Apakah saya memang harus terus mencari baik dengan legalila lan narima? Atau harus dengan ngaya lan maksa? Apakah sebaiknya saya tidak harus mencari? Apakah apa yang saya cari sebenarnya sudah ada dan hanya tidak terlihat, tidak terasa, dan tidak teraba?
Mungkin saya lebih baik bertanya siapa SAYA? Apa yang saya CARI?