18 Desember 2009

AJA BINGUNG


Dalam masyarakat Jawa, ada ekspresi yang sangat umum diucapkan ketika orang lain sedang bingung. "Yen bingung, ndhodhok atau yen bingung cekelan cagak" artinya " kalau sedang bingung, bersimpuhlah, atau kalau bingung pegangi ttiang." Kata-kata itu sering sekali diucapkan sambil tertawa ketika melihat teman lain kebingungan, bahkan menertawakan kebingungan teman tersebut. Kebingungan seseorang itu menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi orang lain karena perilaku orang yang kebingungan tersebut memang terkadang lucu. Si bingung merasa bingung ketika lupa di mana menaruh sesuatu, atau ketika si bingung kehilangan sesuatu.

Tentu saja ekspresi di atas bisa berwarna lelucon saja, bagaimana tidak: "sedang bingung kok disuruh jongkok atau cari pegangan, seharusnya kan mencari yang hilang atau menemukan jawaban. Seharusnya kalian itu membantu saya, bukan menertawakan situasi saya. Tanpa sadar kita mungkin akan bereaksi begini : "Terus, yen ndhodhok utawa cekelan cagak, bakal kelingan utawa nemokake barang sing ilang?" Bagaimana kalau tidak ada cagak atau tiang di dekat saya, lalu saya pegangan apa?

Tapi ada juga yang menyarankan supaya orang yang kebingungan itu ndhodhok dalam arti yang sebenarnya, meskipun tidak berharap betul-betul ndhodhok, Si penyaran mengharapkan si bingung untuk duduk dan mengingat kembali di mana dia menaruh sesuatu atau mencoba lebih tenang supaya bisa menemukan yang hilang itu.

Ndhodhok adalah posisi jongkok atau bersimpuh, dan dalam ekspresi Jawa, ndhodhok memiliki makna yang jauh lebih dalam, jauh lebih spiritual daripada fisikal. Ndhodhok lalu dimaknai dan dikaitkan dengan sikap raga serta jiwa kita terhadap sesuatu yang lebih hakiki, yaitu sikap pribadi kita kepada Sing Gawe Urip atau Gusti sendiri. Sedangkan cagak adalah sesuatu, entah kecil atau besar, yang bisa dipakai sebagai pegangan sekaligus penyangga. Cagak atau penyangga itu sendiri sebenarnya simbolisme dari Sampeyan Dalem, Sang Pencipta, Sing Gawe Urip, Gusti.

Sikap ndhodhok adalah sikap kepasrahan kita terhadap sesuatu, penerimaan kita atas sesuatu yang mungkin akan terjadi tanpa perlawanan dan penolakan, nrimo marang apa kan bakal dumadi. Ndhodhok bisa juga bermakna kekalahan kita atas sesuatu yang terjadi pada diri kita, bukan kekalahan yang memalukan tapi kekalahan karena kesadaran penuh bahwa ada kekuatan kodrati yang sia-sia kalau kita melawannya atau sikap pasrah bongkokan marang adi kodrati kang dumadi. Sedangkan dumadi itu bermakna sesuatu yang memang harus dan sudah kedaden - terjadi dalam kehidupan kita tanpa bisa tolak. Ndhodhok sebenarnya mau mengarahkan kita untuk merenungkan apa yg sudah terjadi dan penyerahan total kembali kepada Sang Pencipta sambil menanti dengan rendah hati bantuan darinya. Ndhodhok tidak lain adalah sikap manembah- menyembah dan manembah sendiri adalah bentuk pengakuan betapa kecilnya kita di hadapan Sang Pencipta. Lalu penyangga yang sungguh-sungguh kuat menahan supaya kita tidak jatuh adalah Sampeyan Dalem Gusti sendiri, bukan manusia atau sesuatu yang lain di luar ilahi. Tiang itu bisa berwujud agama, keyakinan, kesadaran spiritualitas tertinggi, atau apa saja yang mengarah pada keilahian, bukan kesetanan.

Ndhodhok juga pratanda bahwa kta perlu menenangkan diri sesaat, memberi waktu kepada pribadi untuk menemukan jati dirinya ketika kita berada dalam keetidaktahuan, ketidakyakinan serta 'kekalahan'. Merenungkan kembali terhadap apa yang membuat kita kalut akan lebih mudah jika kita masuk dalam keadaan ndhodhok. Sesudah merenungkan, menemukan, dan menyapa jati diri atau pribadi kita, saatnya kita bangun dengan penuh ketenangan karena cekelan cagak, berpegangan pada Sang Penyangga sendiri.


Yen bingung, ndhodhok atau cekelan cagak!
bukanlah kata-kata kosong dengan nada gurau saja, tetapi sesungguhnya bermakna sangat dalam, sangat hakiki. Berapa kali kita ndhodhok ketika kita bingung? Jadi, berterima kasihlah kalau suatu ketika kita mendengar orang lain mengatakan itu, entah sambil tertawa lucu melihat kebingungan kita, atau dengan makna spiritual yang kuat. Biarkanlah kelucuan itu menguatkan kepasrahan kita kepada kekuatan Pribadi Tinggi, Gusti sendiri dengan berucap " Duh Gusti, kawula marak sowan ing ngarsa Sampeyan Dalem kanthi pasrah lan nyuwun pitulungan Sampeyan Dalem".

Sembah nuwun konjuk ing Gusti.