06 Juli 2010

REJEKI.

Sudah biasa kalau kita meminta rejeki kepada Sang Pemberi dalam setiap doa yang kita panjatkan, entah itu dua kali, lima kali, atau bahkan ratusan kali. Rejeki yang kita minta pun bisa bermacam-macam, misalnya supaya bisa beli rumah atau kebendaan lain. Ada juga yg sederhana yaitu berharap sekedar bisa makan seadanya supaya tidak kelaparan.

Ada orang yang mungkin meminta rejeki untuk besok dan bahkan mungkin bulan atau tahun-tahun ke depan. Pasti juga ada yang hanya meminta rejeki untuk hari ini saja. Apakah orang yang minta untuk jauh ke masa depan pertanda takut akan kemiskinan jadi meminta kepada Sang Pemberi secara "borongan"? Apakah yang minta untuk hari ini saja pertanda putus asa?

Jenis rejeki pun bisa beragam, bisa makanan, uang, hadiah mobil dari undian. Bahkan, kesusahaan dan penderitaan pun sebenarnya bisa dianggap sebagai rejeki. Bagaimana bisa? Kesusahan dan penderitaan adalah pemberian Sang Pemberi, dan dia selalu memberi dengan tujuan dan maksud baik, sama halnya dengan rejeki yang lain seperti cinta dari sesama, perhatian dari teman. Yang berbeda mungkin hanya bagaimana kita menanggapi apa yang kita terima. Sang Pemberi bukanlah sang perusak seperti manusia, dan bukan sang pembenci sepeti halnya alasan kita dengan membenci adalah bagian yang manusiawi. Kesusahan yang kita tanggapi sebagai bencana akan melahirkan kemarahan, keputusasaan dan kelemahan lain. Penderitaan juga bisa memunculkan rasa dendam supaya tidak menderita dan akhirnya ingin membalasnya dengan melakukan sesuatu yang menjerumuskan kita pada kesulitan lain. Tapi kesusahan dan penderitaan yang kita terima dengan damai akan menimbulkan pengertian baru bahwa apa pun yang kita terima darinya adalah anugerah.


Bolehkan kita minta rejeki untuk seluruh waktu depan? Ataukah hanya minta untuk hari ini? Setiap saat Sang Pemberi pasti akan memberi apa yang kita perlukan tanpa diminta. Lalu, apakah kita harus meminta sesuatu untuk jangka waktu yang lama padahal kita tidak tahu kapan nafas kita dihentikan olehnya? Boleh saja kita meminta lebih lama ke depan tapi semua itu akan sia-sia kalau tiba-tiba dia mengambil haknya sebagai pemberi. Nafas , uang, kebahagiaan penderitaan adalah hak dari Sang pemberi, bukan hak kita melainkan kewajiban kita untuk menerima dan mengembangkannya. Lalu, meminta untuk hari ini apakah cukup? Bagaimana besok dan lusa dan hari berikutnya? Sang Pemberi ada dan hadir setiap saat, tidak terbatas ruang dan waktu. Tidak seharusnya lah kita khawatir tentang hari esok karena Sang Pemberi adalah awal dan akhir, masa ada di tangannya, hidup kita adalah miliknya.

Sikap yang mungkin baik adalah bangun dan mengucap sukur karena kita masih bisa bernafas sebagai tanda cinta dari Sang Pemberi, lalu meminta rejeki secukupnya pada hari ini apa pun bentuknya. Merasakan semua rejekinya dan membaginya dengan sesama sebagai bentuk pengjormatan atas pemberiannya dan cinta kepada sesama, lalu mengembalikan semuanya pada saat kita akan memejamkan mata.


Gusti, kawula nyuwun rejeki kangge sapunika.