19 April 2010

SABAR lan NARIMA

Sabar lan narima adalah ucapan yang senantiasa disampaikan kepada orang yang sedang mengalami cobaan dalam hidup, entah itu ketika seseorang sedang sangat marah, sedih karena kehilangan atau mendapat bencana.



Marah adalah bentuk nyata pada seseorang terhadap ketidakterimaan, pemberontakan, dan penolakan atas apa yang sedang terjadi, yang tidak sesuai dengan yang diharapkan dan menyakitkan hatinya. Pasti lucu kalau seseorang yang sedang dalam keadaan marah diharapkan tersenyum manis. Yang langsung kelihatan adalah sikap yang sebaliknya : melawan, merusak, menyakiti orang lain meskipun secara sadar atau tidak sadar hal itu semakin menyakitkan dirinya sendiri. Sikap itu barangkali sebagai bentuk pembenaran menurut ukuran sendiri dan orang lain atau sesuatu yang lain adalah salah. Contohnya adalah : saya marah karena sepeda saya rusak lalu saya menngerundel atau bahkan menendangnya. Ukuran yang dipakai adalah sepeda itu harus baik dan harus siap kapan saja saya mau pakai, jadi kalau tidak bisa saya pakai maka marahlah saya.



Pada saat seseorang berada dalam situasi marah, biasanya orang lain mengatakan “ sing sabar, ya – yang sabar, ya” sambil mengelus bahu si marah. Kenapa kata sabar yang hadir dalam situasi itu? Sabar adalah SAmubarang kang elek BAkal Rampung. Sabar adalah bentuk penyerahan total atas penyelenggaraan Sang Pemberi terhadap kita, sekaligus bentuk penyadaran supaya masih berharap dan percaya bahwa sesuatu yang baik akan datang pada waktunya. Elusan di bahu seharusnya ditanggapi sebagai peneguhan bahwa Sabar itu akan datang.

Ketika kesedihan, bencana atau kesusahan datang, biasanya kita tidak bisa menerimanya dengan lapang hati, “ora bisa nampa kahanan- tidak bisa menerima keadaan” meskipun kehilangan itu hanyalah perubahan bentuk. Maka kata yang tepat untuk diucapkan adalah “ Ya kudu bisa narima kahanan- ya harus menerima keadaan” sambil tetap berharap dan percaya bahwa apa yang baik akan segera datang. Narima seharusnya dipahami sebagai “NAmpa kabeh paRIngane sang Maha Asih – menerima semua pemberian sang maha kasih” Sang Pemberi tentu saja tidak akan melupakan manusia ciptaannya karena kalau dia melupakan atau menghukum manusia, berarti luluhlah sebutan Sang Pemberi tanpa batas.



Bolehkah kita marah dan haruskah kita menerima apa yang terjadi? Marah dan tidak bisa menerima adalah tindakan spontan manusia karena manusia memang dibekali semua rasa dari Sang Pemberi, bahkan kita diberi keinginan bebas untuk menolak Sang Pemberi itu sendiri. Yang penting adalah bagaimana kita menyadari rasa marah dan tidak bisa menerima itu dan berdamai dengan keduanya.

Jadi, marilah kita marah dan tidak bisa menerima itu sambil tersenyum dan menyadari bahwa itu adalah tanda kita merasuk alam sabar dan narima.




Gusti paringana sabar lan saged nampi sedayanipun…