29 Januari 2011

RASA

Apakah rasa itu? Ada berapa macam rasa yang ada di bumi?

Rasa adalah kondisi atau sesuatu yang hadir dalam diri kita. Lewat lidah kita bisa merasakan manis, asin, pahit, dll. Dinginnya udara dan panasnya suhu bisa kita ketahui lewat kulit. Rasa pada lidah bisa kita atur menurut keinginan kita, sesuai dengan harapan kita. Pada saat kita ingin rasa pedas, kita bisa menambah rasa itu dengan cabai; kalau terlalu pedas, tinggal menambah garam atau bahan lain untuk mengurangi rasa pedas. Mau rasa manis, tinggal memberi gula. Panas dan dingin juga bisa kita sesuaikan dengan kemanuan kita dengan mengatur AC atau kecepatan kipas angin. Kalau udara di luar sangat dingin atau sangat panas, kita bisa memakai baju hangat atau berpayung. Jadi, kita bisa mengukur dan mengatur rasa di kelompok ini.

Bagaimana dengan rasa pada hati? Bisakah kita mengukur dan mengatur rasa itu? Rasa pada hati bisa saja muncul sebagai akibat dari sesuatu yang terjadi dari luar atau dari dalam diri kita dan barangkali kita tidak bisa menolaknya. Ketika seseorang melakukan sesuatu yang sesuai dan tidak sesuai dengan situasi hati, maka rasa akan langsung muncul. Pada saat kita menginginkan kesenangan dan orang memberi sesuatu, maka senanglah kita. Tapi ketika berita atau keadaan tidak baik datang pada saat kita tidak mau merasakan itu, maka rasa marah, kecewa, sedih lah yang akan ada dalam hati kita. Ukuran juga tidak bisa langsung kita pakai, tidak sama dengan rasa pedas yang bisa kita atur. Susah kiranya kalau kita sedang sedih tapi harus tertawa gembira, atau kita diharapkan sedih ketika sedang bahagia.

Barangkali kita bisa mengatur dan mengukur seberapa sedih atau gembira rasa yang ada, tetapi itu pasti tidak mudah. Kita mungkin cenderung membesarkan rasa yang sebenarnya dengan mengatakan " Lha kowe ora ngerti sing takrasakake - Lha kamu tidak mengerti apa yang sedang saya rasakan". kepada orang yang mengangap ringan atas apa yang sedang dirasakan oleh kita. Jadi, ukuran yang kita pakai adalah ukuran yang berbeda antara kita dengan orang lain. Atau sebaliknya, ukuran rasa hati juga bisa salah pada saat kita mengatakan " Mung ngono kuwi bae kok ndadak gela- hanya seperti itu saja kok harus menjadi kecewa" kepada orang yang sedang "merasa" sangat sedih sementara kita menggagap hal yang terjadi adalah hal ringan. Ukuran ini lalu menjadi tidak tetap dan sangat tergantung pada pemahaman tiap pribadi.

Bisa jadi, semua rasa hati itu sama, sedihnya A dan sedihnya B sebenarnya ya 'rasa sedih itu sendiri, tidak penting itu sedih sekali atausedikit sedih, sama halnya dengan pedasnya cabai di mana saja. bagi orang yang tidak biasa pedas, 1 cabai sudah bisa sangat pedas dan 10 cabai bisa uga tidak pedas bagi yang suka pedas. Tinggi rendahnya rasa akhirnya tergantung pada pengenalan pribadi terhadap "rasa" itu sendiri.

Yang barangkali paling penting kita ketahui, kita pahami dan kita rasakan adalah "rasa hidup", yang akhirnya bersumber pada "rasa Sang Pencipta". Bagaimana bisa mengenali dan masuk "rasa Sang Pencipta" itu? Dengan mengenali semua rasa, mungkin kita bisa mengenali 'rasa hidup". Pedasnya cabai adalah pedas dari alam dan itu berarti yang menciptakan rasa pedas itu adalah SangPencipta sendiri. Manusia bisa saja menciptakan pedas pada cabai di laboratorium dan pertanian, tapi sebenarnya apa yang dilakukan itu juga tidak lepas dari berkah Sang Pencipta lewat akal budi yang diterimanya. Demikian juga dengan rasa pada kulit sehingga lahirlah pemanas atau pendingin di dunia ini. Manusia hanya mengembangkan apa yang sudah ada di alam semesta, pemberian Sang Pencipta.

Rasa hati juga sama. Kalau kita bisa mengenali apa itu rasa sedih, bahagia, takut, maka kita akan kembali kepada rasa hidup. Dan rasa hidup itu akan kita terima dengan tulus dan penuh syukur kalau kita bisa mengerti bahwa semua yang terjadi adalah kehendak SangPencipta. Rasa kecewa sebagai bentuk penolakan kita atas apa yang terjadi sebenarnya bentuk dari ketidakmngertian kita atas diri pribadi dan kehendak tersembunyi dari sang Pencipta. Kalau kita mengenali benar, maka kecewa itu tidak akan ada, dan barangkalai malah syukur lah yang muncul.

Rasa pada manusia adalah "Rasa Sang Pencipta" sendiri. Semua rasa berasal dan akan kembali kepada "Sang Rasa Sejati".

Gusti, mugi-mugi kawula saged mlebet ing Raos Sampeyan dalem piyambak,

Sembah nuwun konjuk Ing Gusti......